*Tulisan saya ini terbit di Majalah Suara Muhammadiyah
Norwegia merupakan sebuah Negara
kerajaan. Kerajaan
Norwegia atau Kongeriket Norge (Noreg) dalam bahasa Norwegia, adalah sebuah negara Nordik di Semenanjung
Skandinavia bagian ujung barat yang berbatasan dengan Swedia, Finlandia, dan Rusia. Luas total Norwegia adalah 385,525 km² dan
populasi sebesar 4.9 juta. Norwegia merupakan negara dengan kepadatan penduduk
terendah kedua di
Eropa. Ibukotanya adalah Oslo. Norwegia memiliki cadangan minyak
bumi, gas alam, mineral, makanan laut, air segar yang luas. Norwegia juga
penghasil minyak dan gas alam per kapita terbesar di luar Timur Tengah. Selain terkenal
dengan olah raga Ski dan kesenangannya berjemur, orang Norwegia juga terkenal
sebagai salah satu kelompok masyarakat yang paling baik hati di dunia. Jika
anda tersesat di Norwegia, tenang saja, pasti akan ada yang menolong Anda.
Ditambah lagi, mereka bisa berbahasa Inggris. Jadi kesulitan yang kebanyakan
turis alami di Spanyol, Italia, atau Perancis, tidak akan terjadi di Norwegia.
Sebelum awal abad ke-20, Norwegia merupakan bangsa miskin
dengan masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan rendah. Namun, setelah
memasuki awal abad- ke-20, Norwegia merupakan masyarakat berkembang dengan
salah satu tingkat pendidikan tertinggi di Eropa. Ekspansi ilmu pengetahuan
merupakan hal penting bagi pembangunan Norwegia moderen. Hingga saat ini,
pengetahuan merupakan sumber daya terpenting bagi Norwegia. Hal ini terbukti
dari catatan United Nations Development
Programme (UNDP) yang merupakan badan PBB untuk
masalah pembangunan seperti dikutip dalam situs BBC edisi 3 Nopember 2011, menunjukkan Norwegia menempati urutan teratas negara
terbaik di dunia tahun ini didasarkan pada kriteria kesehatan, pendidikan, dan
pendapatan, yang dikenal dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Sementara itu,
dari
187 negara yang disurvei, Indonesia berada di peringkat 124, jauh di bawah
Brunei (posisi 33) dan Malaysia (posisi 61).
Norwegia mewajibkan setiap penduduk mengenyam 10
tahun dari pendidikan dasar dan Menengah semenjak anak berusia 6 tahun. Materi yang diajarkan umumnya meliputi
pengetahuan umum, budaya dan etika. Selanjutnya dilanjutkan dengan pendidikan
menengah atas yang ditempuh selama 3 tahun dengan materi berimbang antara
pengetahuan teoretis dan praktis. Pendidikan untuk semua umur merupakan konsep dasar dalam
kebijakan pendidikan Norwegia. Dimanapun mereka tinggal, semua anak laki-laki
dan perempuan memiliki hak sama untuk mengenyam pendidikan, tanpa
memperhitungkan latar belakang sosial dan budaya dan kebutuhan akan perhatian
khusus. Hal ini seperti dijelaskan oleh Asrori
S. Karni (2008:103) dalam bukunya “Di balik buku terlaris dalam sejarah
Indonesia: Laskar Pelangi the Phenomenon” bahwa sistem pendidikan di Norwegia
mengizinkan setiap anak untuk dididik di sekolah terdekat. Semua anak-anak
belajar bersama, yang awas dan tunanetra, yang mendengar dan tunarungu,
mempunyai keterbelakangan mental dan tidak. Jika seorang guru kelas membutuhkan
bantuan bagi satu kelas atau lebih, hal ini akan ditawarkan melalui pemerintah.
Veronica Colondam dalam sebuah tulisan di kickandy.com menguraikan ada fenomena unik di Norwegia yaitu remaja
yang putus sekolah memang memilih untuk tidak melanjutkan sekolahnya, sementara
di Indonesia putus sekolah terjadi karena ketiadaan biaya. Lanjut Colondam, ada
dua alasan mereka "memilih" untuk tidak melanjutkan sekolah. Hal
pertama adalah sebagian besar dari mereka ingin langsung bekerja. Artinya,
jenjang pendidikan SMA dirasa tidak penting untuk mendapatkan pekerjaan seperti
menjadi pelayan restoran, penjaga toko atau pekerjaan lain yang tidak terlalu
butuh pendidikan tinggi. Hal kedua adalah fasilitas yang diberikan negara
kepada rakyat yang tidak memiliki pekerjaan.
Sejak 2003, Norwegia mengikuti perjanjian
Bologna untuk sistem pendidikan tinggi di Eropa. Pusat reformasi ini mengikuti
sistem 3+2+3 yang terdiri dari 3 tahun pendidikan sarjana (bachelor), 2 tahun
master dan 3 tahun Ph.D. Saat ini secara khusus pemerintah Norwegia mendorong
pelajar untuk mengambil pendidikan di bidang matematika, sains dan teknologi.
Data statistik menunjukkan Norwegia memang surga
bagi mahasiswa. Seperti dikutip dalam situs kaskus, selain karena iklim yang
lebih beragam dan indah, hidup di sini juga mudah dan nyaman. Mudah karena
sekolah murah sekali (biaya per semester untuk program master hanya sekitar
Rp.600,000), transportasi publik yang sangat nyaman, teratur sebab jarang
sekali terjadi kemacetan atau kecelakaan), dan tepat waktu, rasanya tidak perlu
punya mobil sendiri. Di sini juga selalu ada pekerjaan (part-time atau full-time).
Ketika kuliah, setiap bulan mereka akan menerima pinjaman tanpa bunga dari
pemerintah sekitar Rp.16 juta Kalau
mereka berhasil lulus, hanya sekitar 60% dari total hutang saja yang perlu
mereka bayar kembali kepada pemerintah.
Asep Mulyana yang menempuh satu semester di Norwegia untuk
pendidikan S2 Ilmu Politik di sebuah suratkabar lokal di Jawa Barat menulis “biaya
SPP yang harus saya bayar untuk menempuh program pascasarjana (S2) nilainya
setara dengan Rp. 800 ribu saja. Itupun karena saya warga negara asing.
Bandingkan dengan biaya SPP yang harus saya bayar untuk program yang sama di
UGM. Di negeri sendiri, saya harus membayar SPP Rp 8 juta persemester”.
Memang benar biaya hidup di sana setinggi langit
dan santunan senilai sekitar tiga puluh juta rupiah per bulan per orang,
sebenarnya pas-pasan, cukup untuk makan dan tempat tinggal saja, tetapi gaji
pekerja juga sangat tinggi (UMR Norwegia sekitar Rp. 180,000 per jam, sekitar
30 kali lebih tinggi dari UMR Indonesia). Petugas kebersihan di sini, mampu
menyewa apartemen, mampu makan di restoran, mampu beli mobil, dan kalau dia
pandai menabung, bisa jalan-jalan ke luar negeri. Norwegia juga sangat nyaman
karena segala sesuatu diatur dan diurus dengan baik, sehingga kualitas hidup
masyarakatnya pun baik. Tidak perlu lagi masyarakat khawatir dengan giliran
pemadaman listrik, langka BBM, atau keterbatasan akses terhadap air bersih. Di
sini, kita bisa meminum air langsung dari keran mana saja di seluruh Norwegia,
mau dari keran di rumah, di apartemen, maupun di toilet-toilet umum. Belum lagi
kesadaran penduduknya akan kebersihan sudah sangat tinggi. Hampir tidak ada
lagi yang membuang sampah sembarangan. Mereka juga telah memisahkan sampah ke
dalam 5 kategori yang harus di buang di tempat sampah yang tersendiri: organik,
kertas, kaleng, plastik, dan kaca (semua akan didaur ulang); dan di sini, sudah
tidak ada lagi toilet yang berlantai becek, semua toilet kering dan bersih.
Selain itu negeri ini sangat aman. Anda
ketinggalan tas atau dompet di kereta api atau bus? Tenang, telpon saja
perusahaan terkait, pasti mereka akan menemukan dan menyimpankan dompet Anda.
Tidak akan ada yang mengambil dompet yang jatuh, yang ada, orang yang menemukan
akan melapor ke petugas dan menyerahkan dompet tersebut. Belum selesai. Di
sini, semua jenis transaksi dari beli permen, pulsa telepon sampai beli tiket
pesawat, dapat diselesaikan dengan kartu debit/kredit maupun internet banking.
Kita bahkan bisa membeli tiket di dalam kereta api (jika tengah buru-buru
sehingga tidak sempat membeli di mesin tiket), dengan kartu. Mesin untuk
pembayaran kartu ada di mana-mana, supir taksi, supir bis, petugas kereta api,
toko-toko dari yang besar sampai yang kecil-kecil, semua punya. Sungguh
memudahkan hidup, tulis seorang mahasiswa pascarjana yang dikutip kaskus.
Kita orang Indonesia adalah tipe masyarakat yang
masih memiliki pondasi norma-norma sosial dan kesopanan yang tinggi.
Masyarakat Indonesia itu hangat, lebih bersahabat, lebih menghormati dan
menyayangi orang tua, serta lebih senang berbagi dan silaturahmi. Tapi
sayangnya kita masih miskin dan terbelakang dalam pembangunan. Jika mulai
sekarang kita semua bekerja 1.5 kali saja lebih keras, sepertinya memiliki
Indonesia yang adil, damai, dan sejahtera bukan hanya akan selalu jadi mimpi di
siang bolong dalam 10 tahun ke depan. Tak perlu lah kita berpikir untuk
melakukan aksi yang besar-besar, cukup mulai dari yang kecil-kecil saja.
Seperti mulai berhenti membuang sampah sembarangan, mulai berhenti korupsi
waktu, atau mulai dengan lebih berani mengakui kesalahan dan berhenti
"menyogok" ketika ditilang Pak Polisi karena tidak memakai helm. Bukankah
Indonesia dengan segala norma dan karakter bangsa-nya dapat menjadi negeri yang
10 kali lebih membahagiakan dari Norwegia?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar