Sabtu, 17 November 2018

Sinopsis Film Bharat Ane Nenu (2018)

Literasi film ya dari TBM Azka, film india.
Bharat Ane Nenu (2018)
Film ini berkisah tentang Bharat Ram yang diperankan oleh Mahes Babu siswa brilian dengan 5 gelar dari Oxford. Ia kembali ke India sebab ayahnya seorang Perdana Menteri, meninggal dunia. Ketika kembali ke India, partai politik yang didirikan oleh Ayahnya dan temannya telah menjadi partai politik besar dan yang ‘mengatur’ pemerintahan.
Ketua partai yang juga teman ayahnya, dan telah dianggap Bharat sebagai paman, tidak berkeinginan menggantikan posisi perdana menteri yang telah meninggal. Sebab merasa jabatannya lebih tinggi dari perdana menteri, dan berkuasa mengatur perdana mentri. Ia juga tak bersedia memberikan jabatan perdana menteri kepada pengurus partai dan koalisi partai karena khawatir akan perpecahan ditubuh partai.
Dengan harapan mendapat calon yang mudah diatur dan dikendalikan, ketua partai politik melarang Bharat kembali ke London, untuk kemudian diminta menjadi perdana menteri. Sebagai orang yang baru di India, dan tanpa pengetahuan politik, Bharat dapat belajar dengan cepat dan mengatur keadaan secara efisien. Tentu saja, hal ini menjadi dilema bagi partai politik yang memilih Bharat, dan partai koalisi lainnya. Mereka merasa tersisihkan dan mulai khawatir serta terusik dengan sikap kepemimpinan Bharat yang ingin transparan dan adil merata.
Konflik terus meningkat, meskipun harus terganggu dengan lagu khas film India yang wajib dan harus dipercepat, serta adegan pertarungan tunggal Bharat dengan puluhan orang yang tak masuk akal dalam dunia nyata. Hingga pada titik Bharat harus mengundurkan diri dari jabatan Perdana menteri, karena memang dikondisikan seperti itu oleh partai politiknya.
Kondisi politik yang diangkat dalam film ini mengingatkan om Azka pada suatu negeri dimana seorang perdana menteri ‘katanya’ lebih patuh dengan pimpinan partainya dalam mengelola negara. Entahlah...

Selasa, 31 Juli 2018

DIALOG KISARAN


-bersama Erni Wirdaningsih, Zain As Sahani dan Saufi Ginting-

Kisaran,
Ada sejarah yg tak kan hilang

Saat langkah kecil penuh berani jadi pacuan
Menahan luka dalam linangan

Ah, entahlah!
Seperti gerimis petang ini
Kusajakkan bait menanti pulang
Diperaduan teras parasamya..
Namun lukamu, duhai kota!
Masih menganga terkoyak abrasi
Menanti tangan-tangan lentik untuk mengobati
Tanpa peduli status atau limpahan harta
*
Duhai kota Kisar Naga!
Meliuk-liuk sampai danau toba
Merehatkan Sang Dewa di peraduan Cina
Sambil bersantai rupa laksana
Di taman indah Parasamya

Ah, ceritamu kini masa lalu
Tertinggal di kulit-kulit kayu
Kemudian hanyut dalam kenangan pilu
Sampai tak tahu harus berkata apa pada anak cucu
Tentang daging dan kulit bernama melayu
*
Jangan begitu, 
Meski hilang Melayu bernama
Sejarah menjejak berujud rupa

Sampailah kita pada cipta dan cerita 
Hingga tak linglung cucu menelusur senja
*
Jika senja kerap berlalu
Biarkan cerita jadi sejarah

Tentang riak air
Tentang gelisah
Tentang rindu
Tentang kamu!
*
Ah, 
Kisar Naga!
Wujud rupa tak terbaca
Mengering, lalu tenggelam
Dalam sajak 
Dalam linangan
*
Kita mahfum
Tak ada janji seperti janji para nabi di kota ini
Yang tetap merangkul bahkan memberi bukti

Berbaik sangkalah pada setiap budi
Walau tak mesti disanjung puji
Cita dan cita masih merayapi
Menekuk jantung dan hati

Ini kota, 
bukan kotak berbentuk petak
Bukan pula roti berisi remah-remah sajak
Ribuan cita kita bangun di atasnya
Kelak menjadi peradaban tak lemah pada generasi berikutnya
Seperti pinta Tuhan pada ummatnya


17 Juli 2013

BELAJAR DARI NORWEGIA

*Tulisan saya ini terbit di Majalah Suara Muhammadiyah 

Norwegia merupakan sebuah Negara kerajaan. Kerajaan Norwegia atau Kongeriket Norge (Noreg) dalam bahasa Norwegia, adalah sebuah negara Nordik di Semenanjung Skandinavia bagian ujung barat yang berbatasan dengan Swedia, Finlandia, dan Rusia. Luas total Norwegia adalah 385,525 km² dan populasi sebesar 4.9 juta. Norwegia merupakan negara dengan kepadatan penduduk terendah kedua di Eropa. Ibukotanya adalah Oslo. Norwegia memiliki cadangan minyak bumi, gas alam, mineral, makanan laut, air segar yang luas. Norwegia juga penghasil minyak dan gas alam per kapita terbesar di luar Timur Tengah. Selain terkenal dengan olah raga Ski dan kesenangannya berjemur, orang Norwegia juga terkenal sebagai salah satu kelompok masyarakat yang paling baik hati di dunia. Jika anda tersesat di Norwegia, tenang saja, pasti akan ada yang menolong Anda. Ditambah lagi, mereka bisa berbahasa Inggris. Jadi kesulitan yang kebanyakan turis alami di Spanyol, Italia, atau Perancis, tidak akan terjadi di Norwegia.
Sebelum awal abad ke-20, Norwegia merupakan bangsa miskin dengan masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan rendah. Namun, setelah memasuki awal abad- ke-20, Norwegia merupakan masyarakat berkembang dengan salah satu tingkat pendidikan tertinggi di Eropa. Ekspansi ilmu pengetahuan merupakan hal penting bagi pembangunan Norwegia moderen. Hingga saat ini, pengetahuan merupakan sumber daya terpenting bagi Norwegia. Hal ini terbukti dari catatan United Nations Development Programme (UNDP) yang merupakan badan PBB untuk masalah pembangunan seperti dikutip dalam situs BBC edisi 3 Nopember 2011, menunjukkan Norwegia menempati urutan teratas negara terbaik di dunia tahun ini didasarkan pada kriteria kesehatan, pendidikan, dan pendapatan, yang dikenal dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Sementara itu, dari 187 negara yang disurvei, Indonesia berada di peringkat 124, jauh di bawah Brunei (posisi 33) dan Malaysia (posisi 61).
Norwegia mewajibkan setiap penduduk mengenyam 10 tahun dari pendidikan dasar dan Menengah semenjak anak berusia 6 tahun.  Materi yang diajarkan umumnya meliputi pengetahuan umum, budaya dan etika. Selanjutnya dilanjutkan dengan pendidikan menengah atas yang ditempuh selama 3 tahun dengan materi berimbang antara pengetahuan teoretis dan praktis. Pendidikan untuk semua umur merupakan konsep dasar dalam kebijakan pendidikan Norwegia. Dimanapun mereka tinggal, semua anak laki-laki dan perempuan memiliki hak sama untuk mengenyam pendidikan, tanpa memperhitungkan latar belakang sosial dan budaya dan kebutuhan akan perhatian khusus. Hal ini seperti dijelaskan oleh Asrori S. Karni (2008:103) dalam bukunya “Di balik buku terlaris dalam sejarah Indonesia: Laskar Pelangi the Phenomenon” bahwa sistem pendidikan di Norwegia mengizinkan setiap anak untuk dididik di sekolah terdekat. Semua anak-anak belajar bersama, yang awas dan tunanetra, yang mendengar dan tunarungu, mempunyai keterbelakangan mental dan tidak. Jika seorang guru kelas membutuhkan bantuan bagi satu kelas atau lebih, hal ini akan ditawarkan melalui pemerintah.
Veronica Colondam dalam sebuah tulisan di kickandy.com menguraikan ada fenomena unik di Norwegia yaitu remaja yang putus sekolah memang memilih untuk tidak melanjutkan sekolahnya, sementara di Indonesia putus sekolah terjadi karena ketiadaan biaya. Lanjut Colondam, ada dua alasan mereka "memilih" untuk tidak melanjutkan sekolah. Hal pertama adalah sebagian besar dari mereka ingin langsung bekerja. Artinya, jenjang pendidikan SMA dirasa tidak penting untuk mendapatkan pekerjaan seperti menjadi pelayan restoran, penjaga toko atau pekerjaan lain yang tidak terlalu butuh pendidikan tinggi. Hal kedua adalah fasilitas yang diberikan negara kepada rakyat yang tidak memiliki pekerjaan.
Sejak 2003, Norwegia mengikuti perjanjian Bologna untuk sistem pendidikan tinggi di Eropa. Pusat reformasi ini mengikuti sistem 3+2+3 yang terdiri dari 3 tahun pendidikan sarjana (bachelor), 2 tahun master dan 3 tahun Ph.D. Saat ini secara khusus pemerintah Norwegia mendorong pelajar untuk mengambil pendidikan di bidang matematika, sains dan teknologi.
Data statistik menunjukkan Norwegia memang surga bagi mahasiswa. Seperti dikutip dalam situs kaskus, selain karena iklim yang lebih beragam dan indah, hidup di sini juga mudah dan nyaman. Mudah karena sekolah murah sekali (biaya per semester untuk program master hanya sekitar Rp.600,000), transportasi publik yang sangat nyaman, teratur sebab jarang sekali terjadi kemacetan atau kecelakaan), dan tepat waktu, rasanya tidak perlu punya mobil sendiri. Di sini juga selalu ada pekerjaan (part-time atau full-time). Ketika kuliah, setiap bulan mereka akan menerima pinjaman tanpa bunga dari pemerintah sekitar Rp.16 juta  Kalau mereka berhasil lulus, hanya sekitar 60% dari total hutang saja yang perlu mereka bayar kembali kepada pemerintah.
Asep Mulyana yang menempuh satu semester di Norwegia untuk pendidikan S2 Ilmu Politik di sebuah suratkabar lokal di Jawa Barat menulis “biaya SPP yang harus saya bayar untuk menempuh program pascasarjana (S2) nilainya setara dengan Rp. 800 ribu saja. Itupun karena saya warga negara asing. Bandingkan dengan biaya SPP yang harus saya bayar untuk program yang sama di UGM. Di negeri sendiri, saya harus membayar SPP Rp 8 juta persemester”.
Memang benar biaya hidup di sana setinggi langit dan santunan senilai sekitar tiga puluh juta rupiah per bulan per orang, sebenarnya pas-pasan, cukup untuk makan dan tempat tinggal saja, tetapi gaji pekerja juga sangat tinggi (UMR Norwegia sekitar Rp. 180,000 per jam, sekitar 30 kali lebih tinggi dari UMR Indonesia). Petugas kebersihan di sini, mampu menyewa apartemen, mampu makan di restoran, mampu beli mobil, dan kalau dia pandai menabung, bisa jalan-jalan ke luar negeri. Norwegia juga sangat nyaman karena segala sesuatu diatur dan diurus dengan baik, sehingga kualitas hidup masyarakatnya pun baik. Tidak perlu lagi masyarakat khawatir dengan giliran pemadaman listrik, langka BBM, atau keterbatasan akses terhadap air bersih. Di sini, kita bisa meminum air langsung dari keran mana saja di seluruh Norwegia, mau dari keran di rumah, di apartemen, maupun di toilet-toilet umum. Belum lagi kesadaran penduduknya akan kebersihan sudah sangat tinggi. Hampir tidak ada lagi yang membuang sampah sembarangan. Mereka juga telah memisahkan sampah ke dalam 5 kategori yang harus di buang di tempat sampah yang tersendiri: organik, kertas, kaleng, plastik, dan kaca (semua akan didaur ulang); dan di sini, sudah tidak ada lagi toilet yang berlantai becek, semua toilet kering dan bersih.  
Selain itu negeri ini sangat aman. Anda ketinggalan tas atau dompet di kereta api atau bus? Tenang, telpon saja perusahaan terkait, pasti mereka akan menemukan dan menyimpankan dompet Anda. Tidak akan ada yang mengambil dompet yang jatuh, yang ada, orang yang menemukan akan melapor ke petugas dan menyerahkan dompet tersebut. Belum selesai. Di sini, semua jenis transaksi dari beli permen, pulsa telepon sampai beli tiket pesawat, dapat diselesaikan dengan kartu debit/kredit maupun internet banking. Kita bahkan bisa membeli tiket di dalam kereta api (jika tengah buru-buru sehingga tidak sempat membeli di mesin tiket), dengan kartu. Mesin untuk pembayaran kartu ada di mana-mana, supir taksi, supir bis, petugas kereta api, toko-toko dari yang besar sampai yang kecil-kecil, semua punya. Sungguh memudahkan hidup, tulis seorang mahasiswa pascarjana yang dikutip kaskus.

Kita orang Indonesia adalah tipe masyarakat yang masih memiliki pondasi norma-norma sosial dan kesopanan yang tinggi.  Masyarakat Indonesia itu hangat, lebih bersahabat, lebih menghormati dan menyayangi orang tua, serta lebih senang berbagi dan silaturahmi. Tapi sayangnya kita masih miskin dan terbelakang dalam pembangunan. Jika mulai sekarang kita semua bekerja 1.5 kali saja lebih keras, sepertinya memiliki Indonesia yang adil, damai, dan sejahtera bukan hanya akan selalu jadi mimpi di siang bolong dalam 10 tahun ke depan. Tak perlu lah kita berpikir untuk melakukan aksi yang besar-besar, cukup mulai dari yang kecil-kecil saja. Seperti mulai berhenti membuang sampah sembarangan, mulai berhenti korupsi waktu, atau mulai dengan lebih berani mengakui kesalahan dan berhenti "menyogok" ketika ditilang Pak Polisi karena tidak memakai helm. Bukankah Indonesia dengan segala norma dan karakter bangsa-nya dapat menjadi negeri yang 10 kali lebih membahagiakan dari Norwegia? 

Senin, 30 Juli 2018

MEMBACA TEKSTUAL DAN KONTEKSTUAL

Saya membacakan cerita untuk anak-anak di TBM Azka Siumbut-umbut Kec. Kisaran Timur Kab. Asahan Sumut
Seiring dengan perkembangan zaman, banyak hal yang terus berubah dan baru. Mulai dari gaya, budaya, dan bahkan dunia pendidikan. Untuk itu, sudah menjadi kewajiban untuk terus meningkatkan ilmu pengetahuan sehingga tidak meninggalkan generasi yang lemah di belakang kita. Selain itu, perlu diingat bahwa kita harus lebih mendekatkan diri kepada Tuhan, sebab bisa jadi karakter yang kita berikan selama ini adalah tentang ilmu-ilmu umum, tapi masih belum kita kaitkan untuk mengingat Tuhan. Hal yang dapat diusahakan adalah memberikan tauladan yang baik bagi anak-anak kita, salah satunya dengan iqro’ (banyak membaca).
Nabi Muhammad SAW sebelumnya adalah orang yang tak pandai membaca, sampai ketika ia diperintahkan oleh Allah SWT melalui malaikat Jibril supaya pandai membaca. Sejarah ini terekam dalam Al-Qur’an Surat Al-Alaq ayat 1-5, merupakan wahyu pertama yang dimulai dengan kata Iqro, “Bacalah!”. Hal ini mengisyaratkan kepada kita agar mampu menjadi pribadi yang gemar membaca. Membaca dalam konteks yang diajarkan Allah kepada kita tidak hanya kepada kitab, tapi semua yang telah diciptakan oleh Allah SWT baik yang tersurat (tekstual) atau tersirat (kontekstual). Ayat tersebut memberi isyarat yang sangat baik bagi pola pikir manusia, khususnya bagi umat Islam. Dengan penurunan ayat tersebut pada tahap awal, Allah SWT mengingatkan bahwa nilai bacaan berada pada posisi yang utama. Karena itu, sabda Rasulullah SAW  “Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim” merupakan anjuran yang sangat erat kaitannya dengan wahyu pertama. 

Minggu, 29 Juli 2018

TULISAN BERBOBOT


Fadil Ibnu Ahmad dalam buku Dakwah Online; Asyiknya Meraup Pahala di Dunia Maya yang diterbitkan Mizania (2014:80-83) menuliskan tips agar tulisan yang dibuat menjadi berbobot, yaitu:
  1. Berimajinasi untuk menentukan tingkat kualitas originalitas tulisan.
  2. Sumber referensi untuk memperkuat pengetahuan dan kekuatan tulisan.
  3. Fokus ke satu permasalahan.
  4. Pancing pembaca untuk berkomunikasi, seolah kita sedang berbicara di depan pembaca.
  5. Berusaha untuk tidak menggurui.
  6. Memmancing pembaca untuk berfikir ulang.
  7. Membaca pembaca untuk ke masa lalu dan masa depan.
  8. Pesan dakwah di akhir tulisan.
  9. Bahasa tulisan yang dimengerti.

Jumat, 27 Juli 2018

OREANTASI AKHIRAT


Dalam satu ceramahnya tentang cara menghafal Al-quran yang saya tonton melalui video youtube,  Ustad Adi Hidayat LC menyampaikan salah satu ayat dalam Al-Qur'an yaitu surah As-Syura, surah ke 42 ayat 20. Ustad Adi mengingatkan dalam menghafal al-Qur'an, semuanya diniatkan karena Allah, bukan karena mau terkenal, bisa jadi imam, dan lain sebagainya. Setelah saya renungi, bagi saya ayat ini sangat dalam artinya.



Barang siapa menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambahkan keuntungan itu baginya, dan barang siapa menghendaki keutungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian darinya ( keuntungan dunia ), tetapi dia tidak akan mendapat bagian di akhirat. 

Ya, ternyata dalam ayat ini kita diingatkan untuk fokus ke akhirat, Allah akan memberikan dunia juga. Silhakan pilih, mau pilih dunia akhirat atau pilih dunianya saja. Allah sudah mengingatkan, dan memberikan pilihan. Ayat ini lebih mengingatkan saya, apapun yang saya lakukan harus dalam konteks ikhlas beramal.


Kamis, 26 Juli 2018

MENEGUHKAN KEYAKINAN MEMBANGUN MASA DEPAN

KEHANGATAN KELUARGA; MENEGUHKAN KEYAKINAN, MEMBANGUN MASA DEPAN  

Oleh: Muhammad Saufi Ginting

Apa sih arti sebuah keluarga itu? Apakah dia merupakan jawaban atas sebuah keinginan untuk selalu merasa tenteram, merasa dicintai dan merasa mampu mencintai? Ya, sebuah keluarga memang jawaban atas semua pertanyaan untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.

Keluarga merupakan pusat pendidikan pertama dan utama yang dikenal oleh anak. Keluarga mempunyai peran mensosialisasikan adat istiadat, kebiasaan, peraturan, nilai-nilai atau tata cara kehidupan. Melalui proses internalisasi nilai, anak menjadikan hal tersebut sebagai nilai-nilai moral yang diartikan sebagai seruan untuk berbuat baik kepada orang lain, memelihara ketertiban dan keamanan, memelihara kebersihan dan memelihara hak orang lain.


Aturan atau nilai-nilai atau cara kehidupan yang disosialisaikan oleh setiap keluarga kepada anaknya inilah yang disebut “The Golden rules” oleh Kohlberg. Pada awalnya perkembangan the golden rules diberikan secara imperatif dan normatif, yang artinya pada periode ini balita hingga anak-anak. Anak dikenalkan kepada hal-hal yang berhubungan dengan baik-buruk (normatif) dengan cara yang dipaksakan (imperatif) oleh orang tua atau gurunya dan biasanya dengan manipulasi reward-punishment.

Pada dasarnya Allah telah mengingatkan kepada kita melalui Al-quran surah Annisa (4) ayat 9: ”Dan Hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar. Ayat ini menerangkan kepada kita hendaknya kita mempersiapkan anak kita sedemikian rupa agar anak-anak kita menjadi anak-anak yang kuat baik secara aqidah ahlak maupun secara keilmuan, kesehatan dan materi. 

Faktor kehangatan dalam keluarga menjadi sesuatu yang sangat penting untuk tumbuh kembangnya generasi yang sehat jasmani dan rohani. Keharmonisan hubungan ayah ibu, komunikasi yang sehat orang tua dan anak, perhatian yang tulus dan doa doa indah yang senantiasa kita lantunkan, menjadi PR untuk seluruh keluarga, untuk menghadirkan generasi mendatang yang berkualitas.

Prof. Dr. H. Muhammad Djawad Dahlan, guru besar Pasca Sarjana IKIP Bandung (sekarang UPI) dalam sebuah diskusi yang transkripnya disertakan dalam buku “Keluarga Muslim dalam Masyarakat Modern” (1994) mencoba menganalisis hilangnya kehangatan keluarga dengan mencoba mengingat masa lalunya. “Saya ingat masa kecil saya, dan setelah saya tampilkan kembali tampaknya banyak yang hilang dari kehidupan keluarga kita. Kalau dulu kita selalu melihat ayah tidak pernah beranjak dari sajadah sebelum Isa, ayah dan ibu terlihat masih memegang tasbih sampai azan Isa lalu sholat berjamaah, ini salah satu yang hilang saat ini. Bisa dan tidak bisa itu soal lain, tetapi saya melihat banyak hal yang telah hilang. Sekarang kalau kita berkeliling di kota, sulit rasanya mendengar suara mengaji anak-anak ba’da Magrib menjelang Isa.”

“Sekarang yang terdengar suara TV,” tandasnya.“Atau radio di kamar masing-masing. Sekarang ini kita sulit mencari anak-anak perempuan yang senang di dapur bersama ibunya, membantunya memasakkan untuk ayah, untuk anggota keluarga seluruhnya, jarang! Apalagi pada bulan Ramadhan, ibunya sibuk sendiri. Anak perempuannya kalau sudah selesai baru dibangunkan. Dulu, sejak ibu bangun, anak perempuannya sudah diajak ke dapur. Kondisi seperti ini sudah hilang dari kehidupan kita, padahal dulu ayah selalu menjadi komandan. Mari bersyukur kepada Allah atas nikmat yang dilimpahkan oleh Allah kepada keluarga kita, lalu Bismillah,’ makan bersama. Sekarang semuanya lari, segalanya ingin serba cepat. Kalau dulu si anak diberi nasehat oleh ayahnya si anak menundukkan kepala, sekarang membelalak. Bahkan sekarang terbalik, yang selalu memberi nasehat itu si anak kepada ayahnya.”

Kepribadian terbentuk melalui semua pengalaman dan nilai-nilai yang diserap seorang anak dalam pertumbuhannya. Apabila nilai-nilai agama banyak masuk ke dalam pembentukan kepribadiannya, tingkah lakunya akan diarahkan dan dikendalikan oleh nilai-nilai agama itu. Disinilah keharusan orangtua menghidupkan kehangatan keluarga, agar anak-anaknya kerasan di rumah dan selalu rindu untuk pulang. 

Contoh kecil membangun kehangatan dalam keluarga adalah kebiasaan makan bersama. Saat ini sudah jarang ditemukan sebuah keluarga bisa makan bersama. Alasan sederhana mungkin salah satu penyebabnya yaitu terbatasnya waktu berkumpul. Adapun yang lain, memang tak pernah terbiasa makan berjamaah dengan keluarga baik di meja makan ataupun beralaskan tikar di lantai. Bahkan, kadang kita temui, ketika ada anggota keluarga yang ingin makan, ada yang sambil di depan televisi atau di kamarnya sendiri. Tradisi makan seminimalnya makan malam bersama keluarga rasanya sudah tidak ada lagi. Bahkan, sangat sulit untuk mencari waktu guna menghabiskan waktu dengan seluruh anggota keluarga secara bersama-sama.

Padahal, makan bersama sebagai sebuah keluarga adalah hal terbaik bagi pertumbuhan anak-anak. Bukan hanya sekadar memberi mereka kesempatan untuk mendapatkan makanan, tapi lebih dari itu. Sebuah penelitian yang dimuat dalam Pediatric and Adolescent Medicine mengungkapkan jika keluarga yang rutin makan bersama lebih dekat satu sama lain dibanding yang makan sendiri-sendiri. Peneliti dari University of Minnesota juga membuktikan jika anak-anak yang berperilaku positif dan aktif kebanyakan terbiasa makan bersama keluarga di rumah.

Asto Hadiyoso, dalam presfektifnya sebagai anak mengungkapkan manfaat makan bersama keluarga dalam tulisannya di blog dengan judul ruang kuliah itu kusebut meja makan.Ia menjelaskan bahwa makan bersama keluarga adalah seperti kuliah di meja makan. Setiap kali kuliah dimulai di meja makan, selalu saja ada inspirasi yang datang. Ada pengalaman hidup yang diajarkan, ada kebijaksanaan dan kearifan yang ditularkan. 

Sekali lagi, kita ingat pesan Allah dalam surah Annisa (4) ayat sembilan di atas, marilah sama-sama memperkuat keluarga agar tidak menjadi generasi yang lemah saat kita tinggalkan. Salah satunya memulai dari hal terkecil yaitu makan bersama. Tinggalkan kebiasaan makan malam di depan laptop, playstation, televisi, atau di depan buku. Mari membangun kehangatan keluarga demi menciptakan masa depan dengan keyakinan bahwa yang terjadi lima sampai sepuluh tahun ke depan adalah proses pendidikan yang terjadi hari ini.

Saya posting ulang dari blog saya sebelumnyahttp://blognyaalul.blogspot.com/2015/06/keluarga.html, sebab saya tak ingat lagi kata kunci (password)nya.

REVOLUSI DI SUNGAI MERAH; AGUS MARWAN

RESENSI
BELAJAR DARI VIETNAM

Judul Buku   : Revolusi di Sungai Merah; 
                        Perjuangan Vietnam di  Pusaran Kolonialisme 
                        dan Globalisasi
Penulis          : Agus Marwan
Penerbit         : Ombak
Tahun Terbit : 2017
Tebal Buku   : xx+204 halaman
ISBN               : 978-602-258-439-1
Peresensi      : Saufi Ginting*

Sejarah masa lampau diperoleh melalui proses penelitian yang dilakukan berdasarkan disiplin sejarah atau ilmu sejarah sehingga mampu menemukan sumber-sumber yang tepat sesuai dengan topik yang ditulis. Dalam usaha menyingkap sejarah, kita akan mendapatkan sejarah sebagai suatu peristiwa atau kejadian yang telah terjadi dalam lingkup kehidupan manusia pada masa lampau yang akan meninggalkan bukti-bukti sejarah.
            Berlatar belakang Sarjana Ilmu Politik jurusan Hubungan Internasional, Agus Marwan mengurai sejarah Vietnam dengan apik. Maka pantas kalau dalam pengantarnya, Prof. Dr. Bambang Cipto, Guru Besar bidang Ilmu Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta menyatakan bahwa buku ini pantas dibaca oleh mahasiswa, wartawan, peneliti, dan dosen yang tertarik dengan dinamika politik dan ekonomi negara Vietnam.
            Buku tulisan Agus Marwan yang berjudul 'Revolusi di Sungai Merah; Perjuangan Vietnam di Pusaran Kolonialisme dan Globalisasi' dengan tebal 204 halaman ini, memberikan gambaran yang mendalam tentang keberhasilan para pejuang kemerdekaan Vietnam mengatasi konflik ideologi diantara kaum pergerakannya hingga era Globalisasi. Meskipun tergolong bacaan yang 'berat' tapi menjadi menarik sebab memberikan informasi bagaimana strategi perang gerilya, model gerakan bawah tanah, teknik sabotase, cara merakit senjata sederhana, pola konsolidasi dan komunikasi antarpejuang, siasat membangun markas perencanaan dan logistik di tengah rakyat, survive di hutan belantara, taktik membangun media penyiaran nasional, dan strategi membangun komunikasi internasional.          
            Secara garis besar, buku ini mengurai tentang (1) sejarah revolusi, (2) Kebijakan Doi Moi, (3) Faksionalisasi internal partai, dan (4) Catatan singkat soal potret Vietnam masa kini. Pada pembahasan tentang sejarah revolusi, Vietnam dipenuhi banyak konflik dengan bangsa asing yang menghasilkan gerakan kemerdekaan Vietnam. Terdapat dua kelompok pejuang di Vietnam yang masing-masing sulit untuk bersatu dalam melawan Perancis. Pertama, kelompok nasionalis. Kedua, kelompok sosialis komunis. Perjuangan kaum nasionalis selalu gagal karena tidak memiliki pemimpin yang cakap dan organisasi perjuangan yang tidak tertata rapi (hal 19).  Sementara kaum sosialis-komunis tetap bertahan dalam memimpin gerakan disebabkan oleh kecerdikan, keuletan, dan keunggulan pemimpin utama mereka Nguyen Van Coong atau lebih dikenal dengan nama samarannya Ho Chi Minh (hal 30).
            Ada dua peranan Ho Chi Minh yang sangat menonjol dalam memimpin pergerakan kemerdekaan Vietnam. Pertama, secara Internal mampu menciptakan dan membentuk kader-kader yang tangguh dan militan. Hal ini juga didukung oleh kemampuannya dalam mengelola dan menata kerja organisasi perjuangannya. Kedua, secara eksternal berjuang bersama dan atas nama rakyat yang tertindas untuk merebut kemerdekaan tanah airnya (hal 31). Untuk lebih jelas mengenal siapa Ho Chi Minh, penulis dengan detail menguraikan latar belakangnya hingga menjadi Marxis dan terlibat dalam gerakan komunisme internasional pada halaman 32 s/d 38 dalam buku ini.
            Kemenangan Vietnam atas Amerika Serikat juga diuraikan dengan panjang lebar dalam buku ini pada halaman 54 s/d 67. Termasuk membuat lorong-lorong bawah tanah tempat pemusatan pertahanan Vietkong yang dikenal dengan nama Cu Chi. Jaringan terowongan bawah tanah Cu Chi begitu rumit dan dibuat bertingkat-tingkat dengan terowongan-terowongan semu serta lubang-lubang jebakan yang terkamuflase dengan rapi. Lorong ini menyediakan hampir semua fasilitas pertempuran, seperti ruang istirahat atau tidur, dapur, depot-depot penyimpanan material, pos pengintai dan penembakan dan perlengkapan sistem komunikasi. Semakin menarik sebab penulis juga pernah menyusuri terowongan ini pada tahun 2012.
            Pembahasan kedua tentang kebijakan Doi Moi. Kebijakan Doi Moi merupakan gagasan Nguyen Van Linh, orang Vietnam Utara yang lebih banyak melewatkan waktunya sebagai pemimpin gerilyawan Vietkong di Vietnam Selatan. Dalam bahasa Vietnam Doi Moi disebut sebagai reformasi ekonomi. Reformasi ini secara garis besar terdiri dari 9 aspek, yaitu (1) pembaharuan sistem pertanian, (2) liberalisasi harga, (3) penurunan standar mata uang Vietnam (dong) terhadap dolar, (4) penyesuaian nilai suku bunga, (5) pembaharuan fiskal, (6) peningkatan sektor swasta (7) pembukaan bagi penanaman modal asing, (8) pembaharuan sistem perdagangan, dan (9) pengaturan tunjangan sosial (hal 97-101). Walaupun Doi Moi telah ditetapkan dalam kongres Partai ke-6, namun pelaksanaannya baru dimulai tahun 1987-1988. Pada awalnya arus pembaruan hanya dalam bidang ekonomi, akan tetapi dalam praktiknya juga mempengaruhi masalah politik dalam negeri.
            Faksionalisasi merupakan pembahasa ketiga dalam buku ini yang dapat kita baca pada halaman 146 s/d 174. Sejarah faksionalisasi di tubuh partai terjadi karena persaingan antarfaksi, dan semakin tajam tatkala Ho Chi Minh wafat. Faksionalisasi antarelite kekuasaan telah ada sejak Partai Komunis Vietnam masih Partai Pekerja Vietnam yang berdiri tahun 1951. Partai Pekerja Vietnam ini merupakan kelanjutan dari Partai Komunis Indocina yang didirikan oleh Ho Chi Minh. Ho Chi Minh berusaha mempersatukan dua kelompok yaitu kelompok Ho Chi Minh (mewakili komunis internasional) memimpin Front Viet Minh di perbatasan Vietnam-Tiongkok dan kelompok Truong Chinh (Ideolog muda yang radikal dan saat itu menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Partai Komunis Indocina) mempimpin jaringan bawah tanah partai dan delta Sungai Merah.
            Catatan singkat soal potret Vietnam masa kini dapat dibaca pada bab Mentap Vietnam Tekini. Dengan uraian yang dalam, Prof. Dr. Bambang Cipto menguatkan bahwa buku ini layak dibaca umum karena isinya mengurai bagaimana salah satu negara Asia Tenggara membangun ekonominya dari reruntuhan ideologi komunis yang semula anti asing dan anti kapitalisme menjadi pro kapitalisme. Bahkan Vietnam terus tumbuh dan berkembang di segala bidang, seperti infrastruktur, basis produksi, pertambangan, sektor jasa, dan pariwisata (hal 188).
            Kekurangan penulis dalam buku ini akan ditemukan ketika membaca daftar pustaka. Tidak ada referensi buku di atas tahun 2000-an. Hal ini dapat dimaklumi, karena buku ini adalah hasil skripsi penulis ketika menyelesaikan Strata-1 pada tahun 1998 di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Meskipun telah menambah bab 'Menatap Vietnam Kini' (hal 181), tetap saja kurang 'greget' karena berdasarkan riset pustaka ringan dengan sumber media populer (on line).

*peresensi adalah ketua Forum Masyarakat Literasi Indonesia Kabupaten Asahan.



KAK AWAM DAN LITERASI

Saya dan Kak Awam Prakoso
Pendongeng Indonesia Kak Awam Prakoso menjadi salah satu pemateri pada temu literasi tingkat nasional yang diadakan tanggal 9-12 Juli 2018 lalu di Jakarta. 

Penampilannya yang atraktif, bersemangat dan kocak menarik perhatian 70 orang peserta dari 34 propinsi di Indonesia termasuk saya. Ditambah lagi dengan kemampuannya menirukan berbagai suara yang memukau, menjadikan materi-materi yang disampaikannya serasa luar biasa untuk segera ditiru. 



Bersama peserta bimtek literasi se-Indonesia angkatan ke-3 tahun 2018
Selain melalui dongeng, Kak Awam juga mengingatkan agar menyampaikan pesan moral melalui permainan dan lagu yang dikemas untuk mengajak anak suka membaca.

Mana suaramu? Ini suara ku. Hu!.