Sabtu, 22 Mei 2021

Menentukan Pilihan

    Anak kami, Alul, bulan Juli tahun ini akan masuk sekolah jenjang SMP. Ia baru saja menamatkan pendidikannya di SDIT Ar Roja Kisaran. Tamat tanpa ujian nasional, dan tamat dimasa pandemi covid 19. Orang-orang bilang generasi yang tamat tahun 2020 dan tahun 2021, termasuk yang beruntung, atau mungkin pula sebaliknya. Sebab beruntung tak mengikuti ujian nasional yang menjadi momok bagi sebagian besar siswa di Indonesia juga para orang tua. Sebab bila tak lulus dengan nilai yang sudah ditentukan sudah barang tentu dinyatakan pula tak lulus dari SD, atau SMP, pua SMA.

    Keberuntungan juga, sudah 2 tahun ini, indikator kelulusan tak terlalu ketat. Yang penting anak memenuhi tugas-tugas yang diberikan, mengumpulkan ke sekolah, dan tugas-tugas lainnya, tentu sudah dipastikan anak akan naik kelas dan pada jenjang akhir akan dapat tamat sekolah. Inilah sekolah di masa pandemi.

    Kerugiannya, ilmu yang didapat dari sekolah tak maksimal. Maksimal dalam artian selama ini mereka berteman, mendapatkan contoh tauladan dari guru bila di sekolah, dan aneka aktivitas lainnya, itu tak di dapatkan lagi. Sebab, pembelajaran dari rumah saja. Melalui teknologi. Sudah berjalan tahun ke dua. Itulah sekolah di masa pandemi. Semua wajib beradaptasi.

    Untungnya, di lingkungan rumah kami yang tak jauh dari masjid, ada program yang dibuat oleh pengurus untuk memberdayakan anak-anak usia sekolah. Salah satunya mendirikan sekolah tahfidz gratis yang diajari oleh siswa sekolah Aliyah, pelatihan tapak suci, dan adanya ikatan pelajar Muhammadiyah. Semuanya dalam naungan Muhammadiyah Ranting Siumbut-umbut. Dilaksanakan di masjid.

    Meski belajar dari rumah saja, Alul, dan adiknya Kahfi, dapat mengikuti sekolah tahfidz dan tapak suci di lapangan masjid. Tentu saja, mereka punya teman yang banyak. Mereka juga tak mau ketinggalan, bila aku sedang ikut kajian yang dilaksanakan ranting Muhammadiyah Siumbut-umbut setiap malam Sabtu.

    Sementara di Ikatan Pelajar Muhammadiyah, Alul juga terlibat sebagai anggota pengurus. Otomatis, dalam sejumlah aktivitas ia juga menjadi panitia kegiatan. Misalnya pengajian saban malam rabu, dan aktivitas menyambut ramadan kemaren Alul dan kawan-kawannya melaksanakan agenda besar. Khitanan massal. Dikelola oleh anak-anak sekolah, acara berjalan dengan lancar, tak ada masalah. Ada 23 anak yang dikhitan secara gratis. Masya Allah. Dan Alul, satu-satunya siswa SD yang terlibat aktif dalam kepanitiaan. Sisanya sudah siswa SMA dan Aliyah.

    Nah, efek dari bergabung dengan IPM, ia terkontaminasi. Suatu hari di bulan Januari 2021, saaat pulang ke rumah pasca kegiatan di masjid, ia menyampaikan keinginannya. Sudah menentukan pilihan katanya. Untuk melanjutkan sekolah tingkat SMP di MTs Muhammadiyah 3 saja. Kenapa gitu? katanya ga papa, sudah ga mau pilih lainnya lagi. Awalnya, kami sempat menawarkan untuk sekolah di Langsa saja, tempat neneknya. Bahkan sudah menjajaki, melihat, dan mendapatkan informasi sekolah di sana. Usut punya usut, ternyata kawan-kawan Alul yang aktif di IPM, sebagian besar alumni dari MTs tersebut. Melihat kemampuan mereka berbicara, mengaji, dan lain sebagainya, serta provokasi ketua IPMnya, maka Alul sudah bulat menentukan pilhan hanya di MTs Muhammadiyah 3 Kisaran.

    Pilihan sudah ditentukan. Tugas kami sebagai orang tua tentu mencari informasi sebaik-baiknya terkait sekolah. Meski kenal dengan sejumlah gurunya, tentu saja ia harus melanjutkan sekolah setidaknya yang punya program menghafal alqur’an, yang guru dan siswanya berpakaian syar’i, seperti di sekolah dasar sebelumnya. Bilapun tak mendekati, setidaknya ia bertemu dengan teman-teman yang baik pula. Kami yakin hal itu dapat ditemukan di sekolah yang akan ditujunya. Bilapun tak semua ditemukan, maka sudah tugas kami orang tua menjadi wajib mengajarkan yang lebih baik lagi. Bukankah aku, ayahnya dulu juga alumni sekolah Muhammadiyah di Kisaran juga.

 


Alhamdulillah.